Jumat, 24 Desember 2010

Janji Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat

Kejaksaan Tinggi Sumbar,  09 desember  2010,
     Arak-arakan mahasiswi di depan kantor kejaksaan tinggi sumatera barat membawa poster berupa jejeran nama kasus koruipsi  sumatera barat yang sampai saat ini terkendala penyelesaiannya dan beberapa tuntutan penyelesaian kasus tindak pidana korupsi . Aksi solidaritas Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (AMAK)  tanggal 09 desember 2010 ini dilaksanakan untuk memperingati hari anti korupsi sedunia dengan harapan agar penegak hukum lebih memperhatikan penegakan hukum di Indonesia terutama masalah korupsi di sumatera barat. Aksi ini juga diwarnai dengan penyerahan ayam potong betina award kepada kejaksaan tinggi.

Seperti yang dikatakan Harju Budiman, koordinator umum aksi “Kami mengharapkan agar perkara korupsi di sumatera barat ditindak lanjuti dengan serius, terutama kasus-kasus menyangkut pejabat daerah  yang sekarang lebih banyak didiamkan oleh penegak hukum yang berwenang padahal telah ada bukti yang kuat untuk membawanya ke pengadilan,”. Dihari anti korupsi sedunia ini masa aksi mengharapkan agar tidak ada lagi tebang pilih dalam penanganan kasus-kasus korupsi di Sumbar dan jika kejaksaan tidak sanggup untuk menuntaskan kasus-kasus tersebut, kejaksaan tinggi dapat menyerahkan nya kepada Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK).

Pada aksi yang dilakukan mulai pukul 10.00 sampai dengan 12.00 ini, masa aksi berhasil menemui Kepala Kejaksaan tinggi, Bagindo Fahmi dan melakukan orasi yang berujung pada audiensi di depan Gedung kantor kejaksaan tinggi sumatera barat,  dari hasil audiensi tersebut kepala kejaksaan tinggi  berjaniji dalam tempo waktu 2 bulan kejaksaan tinggi akan menylesaikan kasus-kasus korupsi yang macet di insitusi tersebut dan membuka akses seluas-luasnya bagi mahasiswa dan pihak manapun untuk medapatkan infoirmasi tentang berbagai kasus yang sedang diproses di kejaksaan.

Janji dari kepala kejaksaan tinggi negeri tersebut merupakan angin segar untuk memberantas tindak pidana korupsi di Sumatera Barat. AMAK yang terdiri dari LAM&PK FHUA, Bem Hukum UNAND, LBH padang, Q-bar, WALHI, PBHI, P2M, Legalitas, Pusako, UKM PHP, Kaki Lima, PMKRI, dan PAHAM ini menanggapi pernyataan tersebut dengan serius serta akan mengawal kinerja kejaksaan tinggi sumbar dalam menangani kasus tindak pidana korupsi, hal senada juga disampaikan koordinator aksi, Harju bahwa AMAK akan mengawal kinerja kejaksaan tinggi dan berencana akan pergi ke kejaksaan pada minggu ke III desember 2010 untuk mengecek ulang kembali kasus-kasus yang macet di kejaksaan tersebut seperti Pengadaan PDAM Padang Pariaman, Penyelewengan dana bantuan gempa Sumbar, Proyek pengadaan bibit karet Sijunjung, Kasus korupsi mantan walikota Bukittinggi Djufri, Persoalan dana pp 86, Proses tender Kabupaten  Lima Puluh  kota, Kasus korupsi pusat kesehatan Kota Bukittinggi, Pengadaan trafo di Bandara Internasional Minangkabau, Bus kampus UNAND, dll. Apabila dalam dua bulan belum ada perubahan terhadap kasus tersebut AMAK maka akan mengajukan gugatan CLS (citizen Law swit) .Secangkircokelatpanas@gmail.com

Forum Peduli Pendidikan (FPP), Mengawal Kebijakan Pendidikan Di Universitas.

Gagasan lahirnya Forum Peduli Pendidikan (FPP) dilatarbelakangi  karena banyaknya kebijakan kampus yang tidak memihak pada pemenuhan hak pendidikan. Salah satunya  kebijakan Dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI), yang diterapkan secara aplikatif  tanpa memperhatikan kondisi ekonomi masyarakat rata rata. Implikasi di implementasikannya dana SPI menimbulkan disparitas dalam menjangkau akses pendidikan terjangkau dan berkualitas. Padahal hak pendidikan dijamin konstitusi dan termasuk dalam klasifikasi non-derrogable right (hak yang tak dapat dibatasi).
FPP merupakan aliansi dari beberapa organisasi intra dan ekstra kampus yang peduli terhadap pendidikan. Organisasi yang tergabung dalam forum ini adalah LAM&PK FHUA, UKM PHP, Kaki Lima, GMKI, GMNI, Studio Merah Fakultas Hukum UNAND, DLM FHUA, BEM Fakultas Hukum UNAND, Himapidana, PMTN Fakultas Hukum UNAND. Forum ini merupakan forum yang terbuka bagi lapisan masyarakat maupun organisasi kampus dan dan intra kampus untuk bergabung dalam forum ini.
Tujuan utama digagasnya forum ini adalah untuk melakukan pergerakan mengawal kebijakan pendidikan  yang dirasa “menghalangi” warga negara mendapatkan hak-haknya untuk mendapatkan penddikan yang berkualitas dan  murah, seperti dana pengembangan institusi yang dipungut dari mahasiswa baru di Universitas Andalas. pergerakannya FPP tidak hanya terbatas pada hal-hal yang terkait dengan pemenuhan hak-hak pendidikan tetapi juga memperhatikan gejala sosial lain yang tumbuh berkembang didunia pendidikan terutama yang ada di kampus.
Sejauh ini Kegaiatan-kegiatan yang dilakukan oleh FPP adalah melakukan pengkajian tentang penggunaan dana PI dengan melakukan pendekatan persuasif untuk meminta keterangan mengenai penggunaan dana PI oleh pihak rektorat dan dekanat di universitas Andalas, Merupakan salah satu motor penggerak dalam penentangan terhadap undang-undang BHP dimana tiga hari sebelum Mahkamah konstitusi mencabut undang-undang BHP FPP mrlakukan aksi solidaritas mendukung pencabutan undang undang tersebut. Namun kegiatan pengawalan kebijakan pendidikan ini tidak selalu berjalan mulus , hal ini merupakan konsekuensi logis dalam upaya melawan arus yang besar seperti privatisasi pendidikan, selain itu reaksi serta tekanan dari pihak  pimpinan universitas seperti menghalangi forum dalam melakukan aksi demonstrasi dalam menyuarakan aspirasinya dikampus dan dipersulitnya akses untuk memperoleh data-data terkait kebijakan yang dikawal forum ini semakin membuat perjuangan ini menjadi tidak mudah, bahkan kawan-kawan yang melakukan aksi tersebut dikenai sanksi berupa pengurangan jatah SKS karna dianggap telah melakukan kegitan aksi tanpa izin kampus, tentu saja tindakan pimpinan tersebut mendapat reaksi penolakan yang keras dari kawan-kawan mahasiswa yang lain karena hal ini merupakan bentuk pembungkaman terhadap demokrasi di kampus .
Karena Forum ini merupakan aliansi taktis dan tidak menentu pembagian kerjanya maka baru-baru ini FPP membentuk sebuah kelompok kerja yang diketuai oleh  Sabri Hamri mahsiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas. Alasan dibentuknya kelompok kerja ini adalah agar setiap organisasi yang tergabung dalam forum bekerja sesuai dengan kekhususan yang dimilikinya. sehingga adanya kinerja yang lebih terfokus.  Kelompok kerja ini terdiri dari tim pengkajian, tim advokasi, dan informasi dan komunikasi.  Langkah-langah kegiatan FPP dalam waktu dekat adalah tetap fokus pada pemungutan dana pengembangan institusi di Universitas Andalas. Tim kajian akan melakukan kajian terhadap dana PI. Diharapkan dengan adanya FPP, dana PI di UNAND dapat dihapuskan agar setiap orang dapat mengenyam pendidikan murah dan berkualitas. Dilla@infokom.google.com

Pendidikan Berbasis HAM; Prioritas Diatas Konsep


Oleh :Azrul  Aziz.Sigalingging
(anggota LAM&PK FHUA  dan (Pendiri Forum Peduli Peduli pendidikan)



     Pendidikan merupakan materi asasial yang harus dimiliki setiap orang/ warga negara.Untuk itu  pendidikan merupakan sumber utama dalam memajukan bangsa.Manusia hanya mampu dibedakan dari mahkluk lain dijagad ini hanya dengan pendidikan.Akibat keutamaan pendidikan (priority)  maka kemajuan bangsa bertumpu padanya untuk itu pulalah negara merupakan pihak utama yang bertanggung jawab atas pemenuhan pendidikan bagi warga negaranya.
     Prioritas anggaran pemenuhan pendidikan itu pun digariskan dalam konstitusi dengan alokasi anggaran 20% sebagai kewajiban konstitusional negara.Mengingat pula kovenan internasional Tentang Hak Hak Ekonomi,Sosial Dan Budaya yang diratifikasi banyak negara termasuk indonesia mengidealisasi hak pendidikan sebagai hak asasi  yang utama (priority).
Disamping ketentuan internasional Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB pada pasal 26 menegaskan pengakuan hak atas pendidikan oleh bangsa bangsa di dunia bagi setiap negara.Di indonesia kualifikasi hak pendidikan sebagai HAM tidak hanya merupakan sekedar hak moral melainkan juga hak konstitusional sesuai dengan pasal 28 ayat (1) UUD 1945 disusul pula dengan ketentuan dalam pasal 31 ayat (2) UUD1945 .Dalam konteks demikian secara tegas dinyatakan bahwa negara merupakan pihak utama yang bertanggungjawab atas pemenuhan jaminan hak pendidikan tersebut dengan mendasarkan pada empat kewajiban utama terhadap pemenuhannhay.
Menyadari pentingnya jika proses pembangunan pendidikan yang dilakukan oleh negara bukanlah suatu kebaikan pemerintah melainkan suatu kewajiban  dalam rangka menjamin pemenuhan hak ekosob masyarakat secara prinsipil terintegrasi didalamnya hak atas pendidikan pertama;kewajiban untuk menghormati (respecf) ,melindungi (protect), memajukan promote) ,dan memenuhi (fulfill) hak hak tersebut.Untuk itu makna penting hasil ratifikasi covenant tersebut ialah negara melalaui pemerintah pusat maupun daerah berkomitmen untuk memenuhi tanggungjawab moral dan hukum dalam pemenuhan hak atas pendidikan.
Prinsip Pemenuhan Hak Pendidikan
Salah satu dasar pijak yang menjadi acuan penyelengaran pendidikan adalah prinsip prinsip utama yang mendasari operasionalisasi penyelengaran pendidikan.Prinsip ini merupakan inti dari segala pelayanan penyelengaraan pendidikan. Beberapa prinsip tersbut termasuk Availability(ketersediaan),kewajiban untuk menjamin wajib belajar dan pendidikan tanpa biaya bagi seluruh anak usia sekolah bagi setiap negara.Prinsip ini mengatur  kewajiban konstitusional negara untuk mengupayakan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan dengan memfokuskan kemudahan penjangkauan akses pendidikan bagi masyarakat kedua :Accesibility(keterjangkauan);kewajiban untuk menghapuskan ekslusivitas pendidikan berdasarkan pelarangan terhadap diskriminasi,suatu sikap ketegasan yang mewajibkan negara untuk menghapuskan segala bentuk bentuk diskriminasi pemenuhan hak pendidikan misal penghapusan dikskriminasi rasial,gender dengan menjamin pemberian kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk menjangkau pendidikan disegala tingkatan.Point penting pengakuan konvensi International Covenant On Economic,Social,And Cultural Rights yang diratifikasi oleh indonesia lewat Undang-Undang No.11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan internasional Tentang Hak Hak Ekonomi,Sosial Dan Budaya melahirkan konsekwensi hukum berupa komitmen setiap negara untuk memenuhi dan melaksanakannya, beberapa point diantaranya sbb: a.Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tersedia secara cuma cuma bagi semua orang b.Pendidikan lanjutan dalam berbagai bentuknya,termasuk pendidikan teknik dan kejujuran tingkat menengah,harus tersedia secara umum dan terbuka bagi semua orang dengan segala cara yang layak dan khususnya dengan menerapkan pendidikan Cuma Cuma secara bertahap.
c.Pendidkan tingkat tinggi harus dapat dicapai oleh siapa pun juga,berdasarkan kapasitas,dengan cara cara yang layak,dan khususnya dengan menerapkan pendidikan Cuma Cuma secara bertahap.
Kewajiban atau Kebaikan
Kecenderungan selama ini masyarakat kita melihat pemenuhan pendidikan sebagai kebaikan negara bukan sebagai kewajiban konstitusional negara.
Penting melihat suatu kebijakan negara dalam pembangunan pendidikan dalam persfektif pemenuhan hak ekosob (ekonomi,sosial,budaya) sehingga akan tumbuh kesadaran masyarakat untuk secara aktif menilai peran negara dalam pemenuhan hak hak tersebut apakah telah dan sesuai dengan ketentuan konstitusional.
Menyadari pentingnya jika proses pembangunan pendidikan yang dilakukan oleh negara bukanlah suatu kebaikan pemerintah melainkan suatu kewajiban  dalam rangka menjamin pemenuhan hak ekosob masyarakat indonesia.
Maka warga masyarakat akan sadar apakah dalam suatu kebijakan negara tersebut telah mengakomodir hak hak ekosob masyarakat sebab tak jarang negara sendiri merupakan pelanggar utama hak ekosob itu sendiri lewat kebijakan kebijakannya yang bertentangan.Untuk itu pula bila terjadi hal demikian maka masyarakat sendiri mempunyai hak ntuk mengingatkan negara atas pelanggaran tersebut melalui upaya hukum yang ada
Masalah Pemenuhan Pendidikan
Bicara mengenai masalah pemenuhan pendidikan tak bisa lepas dari segi aturan aturan penyelenggaran pendidikan.Seringkali jaminan aturan hukum pendidikan kita justru bertentangan dengan prinsip prinsip Hak Azasi, segi konsep yang semestinya menjadi keutamaan/prioritas dalam membangun pendidikan yang berkeadilan bagi setiap orang.Disatu sisi mungkin langkah langkah pemerintah untuk mengambil kebijakan progresif untuk memenuhi hak pendidikan masyarakat banyak sudah dilakukan,namun tentu suatu pemenuhan kewajiban negara perlu diukur sebagai bukti kepastian misal, persoalan yang mendasar pendidikan terletak
 pada prinsip prinsip penyelenggaraannya ,misalkan melalui perencanaan pembangunan dan anggaran yang ditetapkan untuk terus menerus memperbaiki tingkat pemenuhan hak ekosob masyarakat justru tidak terpenuhi,jaminan alokasi 20% anggaran pendidikan oleh negara tidak pula terpenuhi bersamaan itu pula kendala sumber daya berupa kualitas serta terbatasnya jumlah pendidik mengakibatkan tidak korelatifnya kualitas pengajaran.
Terdapat pula persoalan pendidikan berupa ketentuan legislasi yang tidak mengakomodir prinsip prinsip tersebut sehingga mengakibatkan kesenjangan partsispasi,serta akses warga miskin terhadap pendidikan,tidak adanya pemerataan kesempatan yang adil, serta terbukanya disparitas fungsional antara pendidikan negeri dan swasta.Perencanaan pembangunan pendidikan tidak memprioritaskan penghapusan diskriminasi atas hak pendidikan terlihat dari terbukanya pola pola kapitalisasi,menempatkan pendidikan bagai komoditas jasa dagang yang berorientasi “profit”.
Precedent Negara Tanggungjawab Negara
Ketimpangan dengan menyebabkan tidak meratanya jaminan pemenuhan atas hak pendidikan serta penyempitan kuota akses terhadap pendidikan dalam segala tingkatan bagi pendidikan bagi masyarakat, seperti halnya kebijakan privatisasi atau komersialisasi jelas bertentangan dengan apa yang menjadi kewajiban negara utuk memenuhi dan meciptakan Accesibility(keterjangkauan) terhadap pendidikan sebagai bentuk kewajiban untuk menghapuskan ekslusivitas pendidikan berdasarkan pelarangan terhadap diskriminasi, mewajibkan negara untuk menghapuskan segala bentuk bentuk sikap  diskriminatif tak terkecuali terhadap pemenuhan hak atas pendidikan dengan menjamin pemberian kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk mengakses pendidikan.Disatu sisi Negara turut melegalkan privatisasi yang berdampak pada pelegalan praktek komersialisasi lewat kebijakan legislasi selama ini dan tampak terbuka memasukan pendidikan sebagai bidang jasa yang busa diperdagangkan sama halnya dengan bidang jasa lainnya semisal pada No. 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang menghidupkan kembali konsep-konsep privatisasi pendidikan yang ada dalam undang-undang BHP dan PP terkait sebelumnya.Secara otomatis pemerintah sendiri justru melangar ketentuan dalam International Covenant On Economic,Social,And Cultural Rights (Kovenan internasional Tentang Hak Hak Ekonomi,Sosial Dan Budaya) sebagaimana diratifikasi dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan internasional Tentang Hak Hak Ekonomi,Sosial Dan Budaya.
 



Perkembangan Kasus Korupsi Bus Kampus UNAND

Pendidikan Berprespektif HAM, Harapan Untuk Negeri

Tanggal 10 desember menjadi momentum berharga bagi seluruh penduduk di dunia karena 62 tahun sudah negara-negara di dunia ini berkomitmen untuk menegakan Hak Azazi Manusia (HAM) semenjak lahirnya Deklarasi Universal Hak Azazi Manusia (DUHAM) yang  bertempat di Den Haag, Belanda (10 desember 1948). Deklarasi ini lahir sebagai bentuk keprihatinan umat manusia akibat perang dunia yang berkepanjangan dan telah menelan ribuan bahkan jutaan nyawa manusia baik pria, wanita hingga anak-anak yang tidak bersalah. Sekiranya adagium Thomas Hobbes yakni manusia hidup dalam perang semua melawan semua, sangat tepat untuk menggambarkan kondisi kehidupan manusia pada masa itu. DUHAM kemudian menjadi langkah awal yang dirintis oleh negara-negara di dunia yang diharapkan mampu menggugah seluruh umat manusia dalam penghormatannya terhadap HAM yang bernilai universal. Di Indonesia, HAM dalam pengaturannya secara yuridis ternyata telah dimuat semenjak konstitusi (UUD 1945) lahir (Dua tahun sebelum DUHAM dideklarasikan). Hal itu dapat terlihat secara eksplisit di dalam Pembukaan/prembule UUD 1945 alinea ke-empat dan disempurnakan dalam BAB XA tentang Hak Azazi Manusia, pasal 28 A hingga 28 J (amandemen kedua). Bahkan, pemerintah semakin menunjukan keseriusan serta komitmennya  dalam upaya penghormatan dan penegakan HAM melalui Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Azazi Manusia.

 Pendidikan, HAM yang Terabaikan
Lembaga Advokasi Mahasiswa Dan Pengkajian Kemasyarakatan (LAM&PK) Fakultas Hukum, Universitas Andalas menjadi salah satu dari sekian banyak “pelaku advokasi” yang mengikuti serta mengkritisi upaya-upaya penegakan dan penghormatan HAM yang dilakukan pemerintah di tengah krisis penghargaan terhadap HAM  yang semakin rapuh bahkan terdegradasi. Berbagai langkah-langkah advokasi telah dilakoni oleh kawan-kawan LAM&PK dalam usahanya mengawal penegakan HAM di tengah arus demokrasi di negeri ini.  Termasuk pada tanggal 10 Desember 2010 beberapa waktu lalu, sejumlah aktivis mahasiswa/i LAM&PK menggelar aksi damai sebagai bentuk keprihatinan bangsa terhadap penegakan HAM yang masih terabaikan khususnya dalam dunia pendidikan.
Kegiatan ini dimulai sejak pagi di kampus universitas Andalas dengan membagikan pamflet kepada mahasiswa dan dosen, serta membagikan pita warna hitam sebagai tanda lemahnya penegakan hukum dan pemenuhan hak-hak masyarakta terhadap HAM. Kegiatan ini dilakukan oleh LAM&PK sebagai wujud refleksi tahunan terhadap penegakan HAM di Indonesia, khususnya di Sumatera Barat. 
Tidak hanya itu, kawan-kawan LAM&PK juga melakukan aksi di bundaran depan Kantor Pos kota Padang. Dalam aksi yang dikoordinasi oleh Roman Delas ini mahasiswa menyuarakan tuntutannya dengan melakukan orasi, aksi teaterikal, pembacaan puisi, Video Campaign, spanduk yang berisi aspirasi masyarakat terhadap penegakan HAM dan di tutup dengan pembakaran lilin sebagai perwujudan secercah harapan dalam penegakan HAM. Dalam aksinya mahasiswa mengajak masyarakat untuk menyuarakan suaranya dalam bentuk video ataupun melukiskan aspirasinya dalam rentangan spanduk putih yang telah dipersiapkan oleh anggota aksi.
Masih dalam konteks dunia pendidikan, kali ini mahasiswa menyampaikan 5 tuntutan  kepada pemerintah sebagai refleksi terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, yakni : penuhi hak masyarakat atas pendidikan, hapuskan privatisasi pendidikan, transparansi anggaran pendidikan, tingkatkan kesejahteraan guru, serta tinjau kembali pelaksanaan Ujian Nasional (UN).
Harapan yang sulit terwujud apabila semangat pemenuhan hak asisi manusia ini hanya disuarakan oleh aktivis HAM dan tidak didukung oleh masyarakat seutuhnya. Negara selaku penanggung jawab pemenuhan Ham secara konstitusional memeberikan kebebasan kepada warga Negara untuk mengembangkan dirinya serta memperoleh pendidikan yang layak.
. “Pasal 28C UUD 1945
    (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.”
begitu juga tentang hak-hak untuk mendapatkan pendidkan harus dijamin oleh negara. Hal ini dapat kita lihat dalam Undang–Undang Dasar Pasal 31  
 (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
 (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
 (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Sudah 65 tahun umur Negara ini dan masih banyak warga negaranya yang tidak mendapatkan haknya terutama pada pendidikan dasar. Disini timbul persoalan yaitu apakah Negara konsisten dengan komitmen yang telah dibuatnya ditahun 2000. Sepuluh tahun yang lalu Indonesia bersama-sama dengan 147 Negara lainnya diseluruh dunia mendeklarasikan Millennium  development goals (MDG’s) di New York yang salah satu goalnya adalah pemerataan pendidikan dasar dan pemberantasasn kemiskinan. sekarang sudah tahun 2010 sedangkan goals yang disepakati oleh Negara-negara tersebut sudah harus tercapai pada tahun 2015.
Sudah saatnya pemerintah melakukan aksi nyata terhadap peningkatan kualitas  masyarakat Indonesia agar cita keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia dapat terwujud. Romandelas.@infokom..google.com

Uang Kuliah Akan Naik Dalam Waktu Dekat

     Penerapan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU) di Unand mulai tahun 2010 memberikan prospek cerah terutama dalam pengelolaan keuangan. Misalnya dahulu untuk memenuhi kebutuhan operasional kampus harus menunggu waktu yang lama dari pusat, sekarang ini bisa lebih cepat dan hasilnya sudah mulai terlihat dengan pembangunan kampus yang lebih lancar. Kemudian sumber penerimaan kampus juga beragam seperti dari sektor PNBP, APBN, dana luar negeri. Dana luar negeri didapat dari Menteri Keuangan yang memperoleh dana dari berbagai sumber luar negeri.
Mengenai ketentuan tarif pelayanan jasa yang harus memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat (sosial ekonomi) seperti yang diatur dalam PP 23/2005 tentang PK BLU, Pembantu Rektor II Universitas Andalas Dr Weri Darta Taifur mengungkapkan bahwa ketentuan tarif ini disesuaikan dengan hasil survey social ekonomi yang dilakukan BPS Sumbar. Ternyata diketahui bahwa tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat Sumbar membaik (lebih tinggi dari Jambi) sehingga ia menyebutkan bahwa tarif pendidikan Unand saat ini tergolong  murah (Rp 750.000,-) dibanding tarif Universitas Bengkulu yang mencapai 1 juta lebih, namun berdasarkan hasil survey keadaan social ekonominya masih di bawah Sumbar. Jadi PR II mengungkapkan masih wajar jika tarif pendidikan (biaya kuliah) akan dinaikkan, menurutnya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan tidak dapat dilakukan dengan biaya yang murah.
Kemudian soal biaya kuliah lagi, PR II menyebutkan bahwa untuk menciptakan dan melaksanakan prinsip keadilan ekonomi dimana yang kaya membayar lebih, maka Unand akan menerapkan system subsidi silang dalam pemberlakuan tarif pendidikan (biaya kuliah). Karena selama ini mahasiswa yang kaya sama saja membayar kuliah dengan mahasiswa yang miskin, padahal banyak tarif yang bisa dikenakan padanya seperti tarif parkir kendaraan roda empat dan biaya kuliah yang lebih mahal dari mahasiswa yang miskin. Namun untuk memberlakukan ini diperlukan persiapan terlebih dahulu seperti penguatan manajemen dan sebagainya, lanjutnya.
Dalam hal konsekuensi penerapan PK BLU di Unand, PR II menyebutkan perlunya efisiensi SDM terutama para pegawai. Kendala selama ini adalah para pegawai birokrasi belum bekerja efektif seperti yang diminta PK BLU sehingga akan dilakukan penerapan teknologi dan system informasi dalam birokrasi. Maka kita akan melakukan pengurangan pegawai birokrasi, lanjutnya, ketika ditanya apakah bentuk pengurangan pegawai tersebut adalah pemecatan (PHK), PR II menyangkalnya, “Mungkin akan kita alihkan ke bagian lain” tepisnya, Karena menurutnya Unand saat ini sudah memiliki banyak pegawai sehingga akan dikurangi penerimaan pegawai “Namun kita kekurangan dosen karena banyak yang sekolah ke luar negeri, sehingga untuk mengantisipasinya diperbesar penerimaan calon dosen dan beberapa Fakultas mengontrak dosen dari luar (dosen tamu) seperti FK yang mengontrak dokter-dokter dari RS M Djamil dan FISIP Jurusan Administrasi Negara yang mengontrak para aparatur pemerintahan”, lanjutnya.
Dalam hal kebijakan penentuan daya tampung mahasiswa baru, Unand selama ini memberikan porsi terbesar dari seleksi nasional sebesar 60 persen seperti yang diamanatkan dalam PP No. 66/2010. Hal ini untuk meningkatkan prospek Universitas namun juga tidak melupakan potensi siswa-siswa di daerah-daerah Sumbar. “Makanya untuk tahun ini dan kedepan untuk kota Padang kita tidak menjaring siswa-siswa SMA-nya karena selama ini yang lulus di FK itu hanya dari siswa-siswa SMA 1 dan SMA 2 Padang baik melalui jalur PMDK maupun Seleksi Mandiri. Sekarang kita beri kesempatan dari daerah-daerah lain di Propinsi Sumbar”, paparnya.
Kemudian perdebatan soal tanggung jawab negara dalam pendidikan, PR II dengan tegas menyatakan, “tidak benar apa yang selama ini mahasiswa-mahasiswa pendemo katakan bahwa pendidikan sepenuhnya tanggung jawab pemerintah. Undang-undang menyebutkan peran serta masyarakat dalam pendidikan. Yang wajib ditanggung pemerintah itu hanya pendidikan dasar”, katanya. PR II mengilustrasikan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat dalam bentuk kurva: semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin besar beban biaya yang harus ditanggung masyarakat dan semakin kecil beban yang ditanggung negara. Dan sebaliknya, semakin rendah jenjang pendidikan, semakin kecil beban yang ditanggung masyarakat dan semakin besar beban yang ditanggung negara.
Dampak lain pemberlakuan BLU di Unand adalah akan dilakukannya audit oleh akuntan publik yang ditunjuk oleh Pusat dan hasilnya ditunjukkan kepada masyarakat.robysimamora@yahoo.co.id