Jumat, 24 Desember 2010

Perkembangan Kasus Korupsi Bus Kampus UNAND



     Berdasarkan hasil audiensi dengan pihak Kejari Padang (hadir Kajari Padang Slamet Riyadi, Kasi Intel Syahrial, Kasi Pidsus Daminar, dan Kasubagbin) pada hari Senin tanggal 11 Januari 2010 hasil inisiatif BEM-KM Unand, terungkap fakta-fakta mengenai seputar perkembangan penyidikan kasus korupsi bus kampus Unand sebagaimana berikut ini.

Kronologis kasus
     Bahwa sebagaimana yang tercantum dalam Dokumen Kasus Posisi Kejaksaan Negeri Padang tentang Penyalahgunaan Dana Transportasi Bus Kampus Unand Padang, kasus ini dimulai dengan dikeluarkannya SK Rektor No. 146.a/XIV/A/Unand-2006 tanggal 7 Mei tentang Pengelolaan Transportasi Bus Kampus Unand dan SK No. 227/XIII/A/Unand-2008 tanggal 18 januari 2008 tentang Pengangkatan Tim Pengelola, Tim Pengemudi, Satpam, dan Tenaga Lapangan Transportasi Kampus Universitas Andalas yang menunjuk seorang Manajer yang berasal dari Primkopad dan Staf Administrasi. Jadi pengelolaan bus kampus Unand dilaksanakan oleh pihak ketiga yaitu Primkopad.
Kemudian untuk memenuhi kebutuhan operasional bus kampus, Manajer mengajukan Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk 1 bulan kegiatan. RAB ini disusun oleh Staf Administrasi dan diajukan pada awal bulan. Mekanisme pengajuan RAB ini adalah, pertama Manajer menyerahkan RAB tersebut kepada Rektor Unand Musliar Kasim sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan kemudian Rektor menyerahkan RAB tersebut kepada Pembantu Rektor II (PR II) Weri Darta Taifur sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), selanjutnya PR II mendisposisikan RAB tersebut kepada Kepala Biro Umum dan Keuangan, dan Kepala Biro Umum dan Keuangan mendisposisikan lagi RAB tersebut kepada Tim Pengawas Bus Kampus untuk mengecek kelayakan permintaan atau RAB tersebut.
Selanjutnya Tim Pengawas menyerahkan kembali RAB kepada PR II untuk disetujui. Setelah PR II menyetujui RAB tersebut, ia lalu menyerahkan kembali RAB tersebut kepada Kepala Biro Umum dan Keuangan dan diteruskan kepada Bagian Keuangan, Bagian Keuangan meneruskan kepada Kasubag Dana Masyarakat dan diteruskan kepada Bendahara Penerima. Bendahara Penerima menerbitkan cek senilai RAB yang disetujui PR II, kemudian setelah cek ditandatangani PR II, cek tersebut diserahkan oleh Bendahara Penerima kepada Juru Bayar untuk selanjutnya diserahkan kepada Staf Administrasi Bus Kampus berupa dana pinjaman senilai RAB yang disetujui.
Dana ini berasal dari iuran bus kampus per-semester yang dibayar mahasiswa sebesar Rp 200.000 per-mahasiswa yang tergolong dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kemudian dana tersebut digunakan untuk kebutuhan operasional bus kampus seperti BBM, biaya perawatan bus, honor Tim Pengelola dan Supir, lembur supir, dsb, kemudian Manajer membuat laporan pertanggungjawaban dana setiap bulan.
Bahwa dalam pengajuan RAB untuk kebutuhan BBM pihak Manajer telah melakukan penggelembungan dana/ Mark Up, dengan modus operandi sebagai berikut:
Menaikkan rit atau rute perjalanan hingga 14 sampai 15 rit per hari, padahal berdasarkan keterangan para sopir yang diperoleh pihak Kejaksaan dalam proses penyelidikan, jumlah rit perhari setiap bus hanya berkisar 7 sampai 12 rit. Sehingga dengan rekayasa kenaikan rit tersebut, BBM yang dibutuhkan seperti yang tercantum dalam RAB adalah:

1 unit bus besar membutuhkan 90-100 liter per hari
1 unit bus kecil 40-50 liter per hari
Modus berikutnya adalah dengan melebihkan pengajuan BBM untuk piket hari libur (Sabtu dan Minggu), misalnya pada bulan September 2007, pihak Manajer sebagaimana yang tercantum dalam RAB, menurunkan 6 armada bus Hino besar dan 13 bus kecil dengan alasan bahwa jadwal kuliah mahasiswa dari Senin sampai Sabtu, padahal berdasarkan pemeriksaan saksi-saksi oleh Kejari, perkuliahan semenjak Agustus 2007 hanya pada hari Senin sampai Jumat.
Kemudian sejak Oktober 2007 sampai sekarang diajukan 5 bus untuk hari Sabtu dan Minggu, padahal menurut keterangan saksi-saksi yang telah diperiksa, ternyata bus yang beroperasi pada hari Sabtu dan Minggu hanya 3 unit.
Bahwa LPJ yang dibuat oleh pihak Pengelola yaitu Staf Administrasi yang disetujui oleh Manajer, tidak sesuai data riil penggunaan BBM sebagaimana yang tercantum dalam Daftar Kebutuhan Harian BBM dengan kuitansi serta  dana yang telah diterima (RAB yang disetujui) (Kejari Padang, 2009: 1-3).

Perkembangan Penyidikan
Proses penyelidikan sebagaimana yang diungkapkan Kasi Pidsus Daminar, berawal dari laporan pengaduan mark up rit dan BBM bus kampus oleh seorang dosen Unand pada Juli 2009. Kemudian penyelidikan pertama kali dilakukan dengan  memeriksa 4 sampai 8 orang supir bus kampus dan pada Agustus 2009 Kejari mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan dan Penyidik langsung melakukan penyitaan bukti-bukti atau surat-surat dan melakukan pemeriksaan keuangan Unand. “Namun proses ini terkendala karena bulan puasa dan gempa bumi yang melanda Sumbar pada waktu itu”, tutur Daminar.
Daminar juga menjelaskan beberapa alat bukti seperti kuitansi dari SPBU sudah dikembalikan ke Unand sehingga ada penghilangan alat bukti kuitansi tersebut oleh pihak Pengelola bus kampus. Padahal sebenarnya pihak Kejari berusaha menggunakan upaya paksa seperti yang diatur dalam KUHAP dan dapat juga menahan dan menuntut pertanggungjawaban pidana pelaku penghilangan alat bukti tersebut seperti yang diatur dalam Pasal 10 UU No.20/2001 jo. UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kendala berikutnya yang dihadapi pihak Kejari dalam proses penyidikan kasus ini adalah belum selesainya penghitungan kerugian Negara karena Kejari masih menunggu hasil penghitungan dari pihak BPKP, menurut Kajari proses ini yang juga menghambat kasus korupsi SMA 16 dan SMP 36 Padang. Namun penghitungan kasar Kejari kerugian Negara dapat mencapai Rp 313 juta terhitung dari tahun 2007 sampai 2008. Namun hingga tulisan ini dibuat tidak ada kejelasan mengenai “hitung-hitungan” ini.
Kemudian Kajari menuturkan gambaran calon tersangka yang melibatkan non sipil (Pengelola Bus kampus) yang berasal dari institusi lain sehingga Kejari harus mengutamakan calon tersangka yang sipil yang melibatkan Pejabat Unand. Kemudian Kajari juga akan meminta keterangan mahasiswa terkait uang pembayaran bus kampus per semester yang masuk dalam PNBP. Namun hingga kini juga tidak terdengar siapa mahasiswa yang telah diperiksa oleh Kejari.
Berdasarkan keterangan di atas, maka asumsi-asumsi yang dapat ditarik adalah:
Telah terjadi pengabaian penyelesaian kasus ini oleh Kejari Padang, padahal Kejari sudah mengantongi nama-nama calon tersangka dan ditengarai ada alasan subjektifitas seperti menjaga nama baik almamater, karena Kasi Pidsus adalah alumni Unand.
Ini merupakan kasus korupsi kesekian kalinya yang terjadi di Unand (sebut saja HPH Unand di Mentawai terdahulu) sehingga pihak Kejari harus transparan dalam penyelesaian kasus ini agar tidak terjadi lagi kasus-kasus ke depan.
roby.simamora@yahoo.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar